Holy Sin (SQHY) ~ Chapter 35 (END)

Zhou Shi Yu dan Wang Yi


Sebuah Minggu, Setahun Kemudian.

Cahaya senja yang mempesona menyelimuti taman yang asri. Sebuah piknik terhampar di atas selimut tebal di hamparan rumput hijau. ShanShan meringkuk nyaman di samping San Yi, sementara kepala Lily terbaring di pangkuan Shing Jian. Yuan Yiqi bersandar bahagia dalam pelukan Xiao Li. 

Dan di antara Zhou Shi Yu dan Wang Yi, sesosok mungil menggemaskan, Shing Yizhou, merangkak riang di atas selimut bayinya.

Zhou Shi Yu mengangkat putrinya yang manis ke dalam pelukan, sementara Wang Yi menawarkan biskuit gigi. Melihat biskuit itu, Yizhou membuat ekspresi cemberut lucu yang membuat semua orang tertawa.

Ini adalah sebuah keluarga, yang memang ditakdirkan bersama, setiap bagiannya saling melengkapi, menemukan tempatnya sendiri. 

Zhou Shi Yu menatap wajah Wang Yi yang tersenyum, merasakan cinta yang begitu dalam hingga nyaris terasa menyakitkan. Dan ketika Wang Yi menangkap tatapan Zhou Shi Yu, cinta tak tergoyahkan di antara mereka mengalir melintasi selimut piknik seperti arus listrik, menyatukan jiwa.

Wang Yi mencondongkan tubuh, mengecup Zhou Shi Yu dengan lembut, lama, dan dalam, sampai San Yi mulai mengerang. "Oke, oke."

Wang Yi menatap mata Zhou Shi Yu. "Saat aku berpikir aku tidak bisa lebih mencintaimu lagi, aku justru… setiap hari… rasanya…"

Zhou Shi Yu menyelesaikan kalimatnya, "...malah mencintaimu semakin dalam…"

"Astaga, kalian berdua kalau semakin begini, Sayang, aku mungkin harus meninggalkan negara ini," celetuk Yuan Yiqi. "tunggu, aku tidak perlu karena kalian yang akan meninggalkan negara ini untukku, dan kita bisa merawat bayi kecil yang cantik itu."

"Ngomong-ngomong soal Paris," sela ShanShan dengan santai, "semua orang menyebut kota cinta itu sebagai kota cahaya, dan banyak orang berpikir itu karena semua watt besar yang memancar dari Menara Eiffel, tapi sebenarnya itu mengacu pada para seniman, pelukis, penulis, pematung yang menjadi cahaya kota itu."

San Yi menggelengkan kepala. "Tentu saja kami tahu itu!"

"Jadi kalian berdua pasti akan merasa betah!" ShanShan menyatakan, mengabaikan San Yi sepenuhnya.

"Aku yakin begitu," Zhou Shi Yu membalas senyum ShanShan.

"Tinggal seminggu lagi," Wang Yi menghela napas, "sampai bulan madu kita."

"Tahukah kalian bahwa beberapa orang percaya istilah bulan madu pertama kali dicatat sekitar abad keenam belas, 'madu', tentu saja, untuk menunjukkan manisnya pasangan yang baru menikah dan 'bulan', sayangnya, mencerminkan bahwa seperti bulan purnama, tak terhindarkan bahwa kemanisan itu akan memudar dan—"

"ShanShan, bagaimana kalau kita bermain backgammon?" Lily bertanya, memotong penjelasannya dengan sopan. ShanShan mengangguk setuju.

Shing Jian melihat sekeliling pada kelompok orang-orang yang erat dan bahagia ini. Sebuah senyum merekah di wajahnya saat ia mengamati Lily mulai menyiapkan papan backgammon sementara ShanShan menghujaninya dengan berbagai fakta menarik tentang permainan itu. 

Kemudian ia melirik Xiao Li yang mencium Yuan Yiqi saat mereka membongkar keranjang piknik bersama. San Yi mulai menggiring bola sepak dengan lututnya, dan mata Shing Jian bersinar saat ia melihat Wang Yi dan Zhou Shi Yu dengan penuh kasih merawat Shing Yizhou. Ya, ini adalah satu keluarga besar yang indah, sebuah lukisan kebahagiaan yang lengkap.

"Semuanya sudah sebagaimana mestinya," ia menghela napas, sangat puas dengan keadaan. "Ini adalah Soulemetry…"


***


Satu minggu terasa singkat.

Paris menyambut mereka dengan senja keemasan yang menampar pipi, membawa serta aroma roti panggang dan bunga-bunga yang mekar di sepanjang Seine. 

Wang Yi dan Zhou Shi Yu, genggaman tangan mereka erat, melangkah menyusuri jalanan berbatu, seolah waktu melambat untuk memberi ruang bagi setiap detik kebersamaan. Ini bukan sekadar perjalanan, melainkan penjelajahan kembali ke inti diri mereka, di mana setiap napas adalah afirmasi cinta yang baru ditemukan.

Mereka menyewa sebuah apartemen kecil di Le Marais, jendelanya menghadap sebuah taman rahasia yang dipenuhi patung-patung usang dan bangku-bangku besi tempa. 

Pagi pertama, Zhou Shi Yu terbangun lebih dulu. Ia memandangi Wang Yi yang masih terlelap, wajahnya begitu damai, jejak lelah dari badai yang telah mereka lalui kini berganti ketenangan. Ia mengusap lembut helai rambut yang jatuh di dahi Wang Yi, sentuhan sekecil itu sudah cukup membuat Wang Yi menggeliat, lantas membuka mata. Senyum tipis mengembang di bibirnya.

"Selamat pagi, duniaku," bisik Wang Yi, suaranya serak khas bangun tidur.

Zhou Shi Yu tertawa pelan, hatinya menghangat. "Selamat pagi, mimpiku yang jadi nyata."

Mereka menghabiskan pagi itu dengan santai, menyeruput kopi di balkon, menyaksikan Paris mulai bernapas. Tidak ada rencana besar, hanya kebersamaan. 

Wang Yi menyisir rambut Zhou Shi Yu dengan jemarinya, menguraikan ikatan yang rumit, sebuah gestur kecil yang dulu terasa begitu intim dan kini kembali terasa begitu akrab. "Rambutmu selalu selembut sutra," gumamnya, bibirnya menyentuh tengkuk Zhou Shi Yu, mengirimkan getaran halus di sepanjang kulit.

Siang hari, mereka memutuskan untuk tersesat di Louvre, bukan untuk melihat mahakarya terkenal, melainkan untuk berjalan-jalan di antara lorong-lorong yang jarang terjamah, mencari sudut-sudut tenang. 

Wang Yi sesekali berhenti, menarik Zhou Shi Yu ke dekatnya, menunjuk sebuah detail kecil pada lukisan yang mungkin dilewatkan orang lain—goresan kuas yang hampir tak terlihat, ekspresi tersembunyi pada mata subjek. 

Zhou Shi Yu hanya akan tersenyum, menyandarkan kepalanya di bahu Wang Yi, menikmati pandangan Wang Yi yang begitu fokus, begitu bersemangat. 

Hanya mereka yang tahu betapa berharganya momen-momen intim seperti ini, setelah semua badai yang melanda.

Paris terus membentangkan pesonanya, dan Zhou Shi Yu tak henti mengabadikannya—bukan dengan kanvas, melainkan lensa kameranya. Namun, bukan Menara Eiffel atau lengkungan Arc de Triomphe yang paling sering menjadi fokusnya, melainkan Wang Yi. 

Ia memotret Wang Yi saat menertawakan sesuatu yang ia bisikkan, saat matanya berbinar melihat etalase toko buku antik, atau saat ia tersenyum geli melihat pantomim di jalanan. 

Setiap jepretan adalah deklarasi, menangkap esensi wanita yang telah menerima setiap fragmen hidupnya, tanpa syarat.

Suatu siang di hari kelima, mereka memasuki sebuah butik anak-anak yang penuh warna, dipenuhi deretan pakaian mungil dan mainan lembut. Wang Yi bergerak lincah, matanya berbinar saat memilih hadiah untuk orang-orang terkasih di rumah.

"Menurutmu, San Yi akan suka jam tangan kulit klasik ini?" Wang Yi memegang arloji dengan detail rumit. 

"Dia kan pria tampan yang manis sekarang. Pasti cocok untuknya. Atau dia lebih suka sesuatu yang lebih modern? Tapi ShanShan... dia pasti suka syal sutra ini, bukan? Motif bunga Parisnya ceria sekali." Ia beralih ke deretan baju tidur bayi. "Oh, astaga, lihat ini! Bukankah ini akan terlihat menggemaskan sekali di Yizhou?" 

Wang Yi memegang baju tidur mini berwarna pastel. "Atau yang ini? Yang ada gambar siput kecilnya? Pasti hangat dan lembut."

Zhou Shi Yu mengamati, hatinya menghangat, merasakan gelombang cinta saat Wang Yi dengan penuh perhatian memilihkan hadiah. 

Melihat Wang Yi yang begitu larut dalam memilih, seolah seluruh dunia kecil Zhou Shi Yu—San Yi, ShanShan, bahkan Lily dan Shing Jian—telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dunianya, Zhou Shi Yu merasakan haru yang mendalam. Wang Yi tidak hanya mencintainya, tapi juga menyelami keluarganya, menarik satu per satu hati mereka ke dalam lingkarannya, merangkul lingkaran persahabatannya, bahkan setiap detail kecil tentang dirinya. 

Wang Yi telah menyerahkan apartemennya untuk ditinggali San Yi dan ShanShan, sebuah gestur kebesaran hati yang tak pernah Zhou Shi Yu bayangkan sebelumnya. Keintiman ini melampaui ikatan romantis biasa.

"San Yi pasti akan memakainya. Dia memang suka yang klasik," Zhou Shi Yu menjawab, gemas melihat Wang Yi yang begitu bersemangat. "Dan ShanShan akan memuja syal itu. Untuk Lily dan Shing Jian, mungkin mereka akan lebih suka cokelat mewah dari toko sebelah."

Wang Yi menoleh pada Zhou Shi Yu, senyum lebar terukir. "Ide bagus! Aku harus memastikan semua orang punya kenang-kenangan dari perjalanan ini. Kita harus menyenangkan mereka, Sayang."

Mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah toko pakaian yang lebih besar. Wang Yi sibuk memilih oleh-oleh, bukan hanya untuk keluarga mereka di Shanghai, tapi juga untuk teman-teman dekat. Ia memegang sebuah beret merah terang, lalu beralih ke kaus bergambar khas Paris, penuh dengan tawa dan celotehan ringan tentang siapa yang akan paling menyukai apa.

Malam itu, mereka menikmati makan malam di sebuah restoran tepi sungai yang romantis. Cahaya remang lilin memantul di mata mereka, dan keindahan Paris terpampang di luar jendela.

Zhou Shi Yu mengenakan gaun sutra hitam sederhana yang memeluk lekuk tubuhnya dengan anggun, sementara Wang Yi tampil memukau dalam setelan jas berwarna gelap yang memancarkan aura maskulin namun lembut. Pakaian mereka selaras, menciptakan harmoni visual yang sempurna, seolah setiap helai kain dirancang untuk menyatu dengan kehadiran satu sama lain.

Di tengah hidangan penutup yang manis, Zhou Shi Yu meraih tangan Wang Yi. "Ulang tahunmu sebentar lagi, Sayang. Mau dirayakan seperti apa? Ada tempat spesial yang ingin kau kunjungi di sini?"

Wang Yi tersenyum, senyum tulus yang memancarkan kebahagiaan. "Tidak perlu perayaan mewah, Shi Yu. Aku hanya ingin merayakannya di rumah baru kita, bersama-sama, seperti saat piknik di taman kemarin. Bersama keluarga kita. Kau, San Yi, ShanShan, Lily, Shing Jian, Yiqi dan kekasihnya, dan tentu saja, Yizhou. Itu sudah lebih dari cukup bagiku."

Matanya berbinar saat ia menambahkan, "Kadang aku masih takjub betapa hebatnya takdir Tuhan bekerja. Ulang tahunku... tanggal dan bulannya sama persis dengan putri kecil kita, Yizhou." Suaranya dipenuhi kekaguman yang tulus, seolah kebetulan itu adalah sebuah bisikan rahasia dari semesta.

Makan malam berakhir, namun malam mereka belum usai. Mereka memutuskan untuk mencari sebuah bukit terindah di Paris—Montmartre. Pemandangan dari sana begitu luar biasa, tak tertandingi. Bintang-bintang bersinar jelas di langit malam Paris, dan di bawah sana, kota itu berkelip seperti permata yang bertaburan.

Mereka berbagi selimut tebal, memutuskan untuk berkemah dadakan di sana, hanya berdua. Angin malam yang sejuk membelai kulit, dan keheningan pegunungan menyelimuti mereka. 

Wang Yi menarik Zhou Shi Yu ke dalam pelukannya, kehangatan tubuh mereka menyatu di bawah selimut. Mereka tidak perlu berkata-kata. Kehadiran satu sama lain sudah lebih dari cukup. 

Wang Yi mencium kening Zhou Shi Yu, lalu turun ke hidungnya, dan akhirnya bibirnya. Ciuman itu dalam, sarat akan segala yang telah mereka lalui, dan semua yang akan datang. 

Sebuah janji yang terucap tanpa suara, di bawah langit Paris yang menjadi saksi bisu, bahwa kini, jiwa mereka telah menemukan tempat berlabuh yang abadi.

Zhou Shi Yu menyandarkan kepalanya di bahu Wang Yi, memejamkan mata, merasakan detak jantung yang senada. "Seluruh hidupku... berujung pada malam ini bersamamu."

Wang Yi memeluknya lebih erat, menatap bintang-bintang yang tak terhingga. "Dan setiap hari setelahnya, akan menjadi petualangan baru, bersamamu."


***


Paris telah menyimpan kenangan manis, namun kini, aroma kebahagiaan sejati menyambut Wang Yi dan Zhou Shi Yu di rumah baru mereka di Shanghai. 

Pintu terbuka, menyibak pemandangan tumpukan kotak dan barang-barang yang belum sepenuhnya tertata. Aroma kayu dan cat baru masih samar tercium, bercampur dengan kehangatan yang mengalir dari setiap sudut. Ini adalah permulaan, sebuah kanvas kosong yang siap diisi dengan tawa dan cinta.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depan. Yuan Yiqi, dengan senyum lebar, menjemput San Yi dan ShanShan untuk mengantar mereka ke rumah Wang Yi dan Zhou Shi Yu. 

Hampir bersamaan, Shing Jian sudah tiba lebih dulu, menggendong si kecil Yizhou yang menggemaskan, siap menanti di pelukan kedua ibunya.

Begitu melangkah masuk, ShanShan langsung berceloteh, matanya berbinar melihat kekacauan yang hangat itu. "Fenomena termodinamika sosial ini sungguh luar biasa. Energi positif yang terpancar dari atmosfer rumah ini membuktikan bahwa kebahagiaan berlipat ganda bukan hanya teori, melainkan realitas yang nyata. Lihatlah, bahkan molekul udara terasa lebih padat dengan sukacita!"

Zhou Shi Yu tersenyum, melangkah mendekat dan memeluk San Yi dan ShanShan erat, kerinduan tulus terpancar dari matanya. 

San Yi, tanpa membuang waktu, segera menghampiri Yizhou yang digendong Shing Jian. Ia memeluk adiknya dengan sangat hati-hati, seolah takut melukai sesuatu yang begitu berharga.

"ShanShan, lihat adik cantik ini," San Yi menggoda, matanya tak lepas dari Yizhou yang kini mulai menggenggam jarinya. "Astaga, dia lukisan hidup yang paling indah."

Wang Yi mendekati San Yi, senyum hangat di bibirnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak tipis dari saku jaketnya, menyerahkan pada San Yi. "Ini untukmu, San Yi. Dan ini," ia menyodorkan sebuah bungkusan cantik pada ShanShan, "untukmu, ShanShan."

San Yi menerima kotak itu dengan sedikit canggung, pipinya bersemu merah. Kata-kata tertahan di tenggorokannya, namun Wang Yi tahu, dari sorot mata remaja itu, ada rasa terima kasih yang mendalam dan kesadaran bahwa Wang Yi benar-benar menyayangi mereka berdua, menerima mereka seutuhnya. 

ShanShan, dengan senyum ceria, segera membuka bungkusannya. "Oh, kau baik sekali, terima kasih banyak, Wang Yi!" Mereka berdua masih memanggil Wang Yi dengan sebutan 'kau', sebuah tanda keakraban yang telah terjalin dan tak pernah menjadi masalah bagi Wang Yi.

Yuan Yiqi dan Shing Jian berdiri di dekatnya, menyaksikan interaksi hangat itu. 

"San Yi sudah besar sekarang," Shing Jian menyahut, tersenyum bangga.

"Dan ShanShan tak pernah berubah," timpal Yuan Yiqi, memicu tawa ringan dari San Yi. 

Suasana begitu hangat, obrolan mengalir lancar di antara mereka, seolah mereka adalah melodi yang selalu selaras.

Tiba-tiba, Wang Yi menatap San Yi, matanya berbinar penuh ide. "Ngomong-ngomong, San Yi, kau mau menonton tim sepak bola China di Piala Dunia tidak? Aku dengar mereka main cukup bagus musim ini!"

Mendengar itu, mata San Yi langsung membulat, kegembiraan meluap dari ekspresinya. "Benarkah?! Tentu saja aku mau! Tim China ada peluang besar tahun ini, Wang Yi! Kita harus menonton bersama!" Ia mulai bersemangat, melontarkan nama-nama pemain idola dan strategi tim. 

Wang Yi mendengarkan dengan antusias, menimpali dengan komentar dan prediksi, seolah mereka adalah teman lama yang baru saja bertemu.

Di tengah obrolan seru tentang sepak bola, ShanShan yang sedang menggendong Yizhou—yang tentu saja tak mengerti apa-apa tentang bola—berusaha keras mengajaknya bermain. 

Namun, si putri cantik tiba-tiba mengerutkan dahinya, bibirnya melengkung, dan tangisan kecil pecah. Ia ingin menyusu.

Saat itu, Zhou Shi Yu tengah sibuk di dapur, menyiapkan makan siang dengan bahan-bahan Paris yang mereka bawa. 

ShanShan segera menyerahkan Yizhou kepada Zhou Shi Yu, sambil tak lupa berceloteh, "Ini adalah bukti empiris, Ibu, betapa pentingnya nutrisi optimal dari ASI untuk pertumbuhan kognitif dan fisik bayi. Semua vitamin esensial ada di sana!"

Zhou Shi Yu tersenyum, menimpali celotehan ShanShan tanpa sedikit pun merasa bosan, sambil dengan lembut menyusui Yizhou yang lahap sekali. 

Wang Yi, di ruang tamu, sesekali menatap ke arah Zhou Shi Yu, senyum tulus merekah di bibirnya. Mata mereka bertemu sekilas, penuh kecintaan dan rasa syukur yang mendalam, sebuah janji tanpa kata yang terukir di udara. Wang Yi lalu kembali mendengarkan obrolan seru di ruang tamu, hatinya dipenuhi kebahagiaan yang lengkap.



=== THE END ===